Tuesday, 27 November 2012

Modal Usaha Tanpa Utang, Bisakah?


Ketika memutuskan memulai usaha, yang pertama terbersit umumnya modal. Saat ini, tak sedikit yang berharap wirausaha dapat menambah pemasukan keuangan rumah tangga. Banyak pula orang yang langsung memulai usaha ketika melihat ada kesempatan. Padahal, berwirausaha tak semudah membalikkan telapak tangan. Khususnya ketika berbicara tentang modal.

Mungkin Anda termasuk orang yang mengambil risiko dan mengajukan pinjaman berbunga besar demi terlaksananya impian memiliki usaha dalam waktu singkat. Padahal menurut Lutfi Trizki SE, MM, RFA, menyusun perencanaan sebelum memulai usaha tak bisa secepat kilat.

Perencana keuangan ini menuturkan, setidaknya dibutuhkan waktu setengah tahun agar persiapan lebih matang sehingga hasil akhir berjalan seperti harapan. “Minimal waktu enam bulan ini untuk persiapkan dana dan melakukan riset pasar,” ujar Lutfi.
Selain matang, calon wirausahawan jangan terbawa emosi ketika membuat perencanaan. “Jangan sampai usaha langsung dimulai ketika keinginan hadir dan uang tersedia, karena banyak strategi yang harus dipikirkan,” lanjutnya.

Waspada bunga
Apa yang harus dilakukan ketika modal belum terkumpul dan Anda sedang mengupayakan sumber dana? Lebih baik cermati keuntungan dan kelebihan setiap alternatif pinjaman sebelum memilih yang paling sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan jenis usaha Anda.

“Ketika kita memutuskan untuk berwirausaha dan mencari sumber modal ke bank atau koperasi kantor, perlu diketahui bahwa komitmennya besar dengan persyaratan yang cukup banyak, khususnya jika menginginkan bunga yang ringan,” ujar Lutfi. Apalagi, jika Anda memilih jenis pinjaman yang mudah cair dengan bunga tinggi.

Sisi positifnya, selain upaya pencairan yang instan, tagihan setiap bulan “memaksa” Anda disiplin mengelola pengeluaran. Selain itu, pinjaman ke bank juga dapat mengurangi pajak usaha di laporan keuangan.

“Namun, kita belum tahu bagaimana pasang-surut usaha kita kelak. Apakah tagihan pasti dapat diselesaikan tiap bulan? Karena ketika usaha mengalami penurunan dan kita masih punya tagihan, pada akhirnya dana darurat bisa terganggu, kan? Keuangan jadi rancu,” tambah salah satu penulis buku Successful Financial Planner  ini.

Nekat memilih cara paling ekstrem untuk mendapatkan modal? Menurut Lutfi, lebih baik tunda rencana memulai usaha dan siapkan sumber dana dengan tingkat risiko yang lebih rendah.
“Ada juga yang nekat menggadaikan surat berharga untuk memulai wirausaha, sementara nasib usaha pun belum pasti. Pada akhirnya, harta bisa disita dan kerugiannya lebih besar,” tegas Lutfi.

Dana pribadi
Para pemula sebenarnya tak perlu buru-buru memulai usaha karena usaha dapat dimulai dengan modal sendiri. Toh, Anda masih punya waktu mengumpulkan dana selama beberapa waktu.

Memang betul pilihan dana pribadi membutuhkan kesabaran karena waktu persiapan otomatis lebih panjang. Tapi, risikonya sangat minimal. Selain itu, Anda tak akan terlibat utang di kemudian hari dan keuntungan dapat segera “diputar” untuk mengembangkan usaha.

Mengumpulkan dana juga membutuhkan kedisiplinan supaya target tercapai. Nah, salah satu cara agar tetap disiplin adalah mengikuti arisan dengan tujuan mengumpulkan modal usaha. Selanjutnya, Anda perlu menyesuaikan alokasi dana dengan memfokuskan pendapatkan pada modal usaha.

Undang investor
Jika proses pengumpulan dana pribadi tak kunjung terpenuhi, coba upayakan pinjaman dari lingkaran terdekat, contohnya orangtua, saudara, atau teman baik. “Tentu pendekatannya lebih mudah karena kepercayaan sudah dibina sejak lama. Cicilan tagihan pun lebih ringan karena tidak berbunga. Itu kelebihan utamanya,” pungkas Lutfi.

Kekurangannya, faktor kedekatan pada akhirnya bisa membuat peminjam modal malah lupa bahwa ia sedang berbisnis. Kewajiban untuk membayar tagihan juga tidak terlalu mendesak karena ada harapan diberi keringanan oleh pemberi modal.

Alternatif lain adalah mengundang keluarga atau rekan menjadi investor usaha. Untuk cara ini, dibutuhkan persiapan dan perjanjian yang jelas. Anda harus memaparkan rencana usaha dan pembagian hak serta kewajiban secara rinci dengan pemilik modal.

“Perincian hak dan kewajiban ini penting, lho. Pembagian saham, kewenangan kedua pihak, dan pembagian keuntungan harus ditulis hitam di atas putih. Jangan mentang-mentang kenal lalu menggunakan asas kepercayaan,” papar Lutfi.

Hal ini dilakukan supaya bisnis tidak merusak hubungan di kemudian hari. Ketidaktegasan di awal, lanjut Lutfi, bisa membuat salah satu pihak merasa tidak adil dan memicu ketidakstabilan usaha. “Jangan sampai timpang tindih. Sebaiknya salah satu menjadi investor dan satunya yang menjalankan usaha,” tegas penulis buku Financial Parenting  ini.

Sumber : Tabloid Nova/ Annelis Brilian

No comments:

Post a Comment